Penanganan Restorasi Glass Ionomer (Sturdevant)

2 05 2010

ass ionomer merupakan salah satu jenis bahan tambal yang masih cukup sering digunakan saat ini. Selain teknik aplikasinya relatif mudah, bahan tambal ini juga memiliki keuntungan tersendiri yaitu dapat mengeluarkan fluoride sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya karies sekunder. Dengan keuntungannya ini, glass ionomer menjadi bahan restorasi pilihan untuk karies akar pada pasien dengan tingkat karies yang tinggi, dimana estetik tidak terlalu dibutuhkan.

Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan glass ionomer:

Kebanyakan glass ionomer konvensional memerlukan proses etching pada permukaan dentin.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan smear layer, dengan begitu dapat meningkatakan adhesi antara bahan tambal dengan permukaan dentin. Caranya dapat dengan menggunakan mild acid seperti 10% polyacrilic acid yang diaplikasikan pada dentin selama 20 detik. Setelah 20 detik, bilas, buang kelebihan air, tinggalkan permukaan dentin dalam keadaan lembab. Namun, tidak semua glass ionomer memerlukan proses dentin etching. Beberapa resin-modified glass ionomer dan semua compomer menggunakan intermediary bonding agent untuk memperoleh ikatan antara bahan tambal dengan dentin.

Lapisan tipis light-cured resin bonding agent.
Apabila Anda menggunakan glass ionomer tipe konvensional, maka Anda perlu menambahkan lapisan tipis light-cured resin bonding agent pada permukaan tambalan segera setelah mengaplikasikan bahan tambal ke dalam kavitas. Tujuannya adalah untuk mencegah dehidrasi dan keretakkan dari glass ionomer selama fase initial setting. Namun, Anda tidak perlu melakukan hal ini apabila Anda menggunakan glass ionomer tipe light-cured hybrid yang biasanya resistan terhadap dehidrasi. Glass ionomer tipe ini dikeraskan dengan sinar dalam waktu minimal 40 detik.

glass ionomer

24 jam polimerisasi.
Glass ionomer konvensional idealnya membutuhkan waktu 24 jam untuk polimerisasi. Setelah batas waktu tersebut, barulah kita dapat melakukan proses contouring dan finishing. Apabila Anda menggunakan resin-modified, light-cured glass ionomer, maka contouring dan finishing dapat Anda lakukan setelah penyinaran. Dan untuk mencegah dehidrasi, gunakanlah petroleum lubricant ketika Anda melakukan proses contouring dan finishing.



Source: Roberson, T.M.; et.al. 2002. Sturdevant’s art and science of operative dentistry. Missouri: Mosby, Inc.





Kesehatan Lingkungan

2 05 2010

Oleh: AsianBrain.com Content Team

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Dalam penerapannya di masyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air, pengelolaan limbah, pengelolaan sampah, kontrol vektor, pencegahan dan pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara.

Kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat. Pada saat negara lain pola penyakit sudah bergeser menjadi penyakit degeneratif, Indonesia masih direpotkan oleh kasus demam berdarah,  Diare, Kusta, serta Hepatitis A yang seakan tidak ada habisnya.

Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari negara-negara tetangga. Dengan Vietnam saja Indonesia hampir disalip, apalagi dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen tinggi terhadap kesehatan lingkungan di negaranya. Jakarta hanya menduduki posisi nomor dua dari bawah setelah Vientianne (Laos) dalam pencapaian cakupan sanitasinya.

Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan (preventif) daripada aspek pengobatan (kuratif). Dengan adanya upaya preventif yang baik,  angka kejadian penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat dicegah.  Selain itu anggaran yang diperlukan untuk preventif juga relatif lebih terjangkau dari pada melakukan upaya kuratif.

Anggaran pemerintah untuk kesehatan lingkungan masih relatif minim. Dari anggaran yang masih minim tersebut, sanitasi tidak berada di urutan yang dijadikan prioritas utama. Besarnya investasi untuk pengembangan sanitasi diperkirakan hanya Rp20/orang/tahun, lebih rendah dari yang dibutuhkan sebesar Rp40,000/orang/tahun. Buruknya sanitasi ini menyebabkan kerugian terhadap ekonomi Indonesia sebesar 6,3 milyar dolar AS setiap tahun pada tahun 2006, ini setara dengan 2.3% Produk Domestik Bruto (PDB) kita. Pemerintah juga bekerjasama dengan beberapa negara berkembang untuk meningkatkan fasilitas sanitasi dan kondisi penyediaan air bersih, khususnya di daerah pedesaan. Sangat miris rasanya jika kita masih memerlukan dana negara lain untuk membangun sanitasi di negeri sendiri.

Selain pemerintah, masyarakat juga memiliki peran yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang sehat. Saat ini masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya sanitasi. Salah seorang praktisi kesehatan lingkungan menyatakan bahwa di pelosok desa masih ditemui masyarakat yang lebih memilih untuk buang air besar (BAB) di sawah daripada membangun WC untuk menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitarnya.

Mind set masyarakat seperti itulah yang perlu diubah. Sanitasi bukan hanya kewajiban, tetapi suatu kebutuhan akan kesehatan lingkungan. Kita tentu tidak ingin dikenal sebagai sebuah negara yang warganya masih BAB (buang air besar) sembarangan, seperti dikatakan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, yang menargetkan bebas BAB pada akhir tahun 2014. “BAB saja masih sembarangan, apa kata dunia?”.

Tentang Penulis: AsianBrain.com Content Team. Asian Brain adalah pusat pendidikan Internet Marketing PERTAMA & TERBAIK di Indonesia. Didirikan oleh Anne Ahira yang kini menjadi ICON Internet Marketing Indonesia. Kunjungi situsnya: www.AsianBrain.com





RADIOLOGI DAN TEKNIK ALEXANDER

23 03 2010

Sebagian besar orang di Indonesia tidak mengenal teknik Alexander. Padahal di negara-negara lain,  terutama di Eropa, teknik ini sangat dikenal orang dan telah diaplikasikan dalam berbagai bidang profesi maupun aktivitas rutin sehari-hari.

Teknik Alexander didefinisikan sebagai upaya mengorganisasikan sensasi pergerakan tubuh dalam ruang dan waktu, dengan cara meningkatkan kesadaran atas diri sendiri dan dunia luar. Mungkin anda pernah pada suatu waktu mengalami perasaan tertekan, pasif, letargi, bosan, depresi, dan merasa tidak berharga. Sebaliknya kadang-kadang anda juga merasa berada di puncak dunia, merasa hidup dan semua terkesan membahagiakan.

Adanya kesadaran untuk mengendalikan diri sendiri dapat memungkinkan kesatuan sistem-sistem dalam tubuh kita yang dapat memberikan kemudahan dan efisiensi dalam aktivitas sehari-hari.

Teknik ini ditemukan oleh Frederick Matthias Alexander (1869-1955) dari Australia, bahkan telah didirikan sebuah perkumpulan yang mendalami teknik ini, yaitu Society of Teachers of the Alexander Technique (STAT) yang telah memiliki cabang di berbagai negara dengan pusatnya di Inggris.

Teknik Alexander, yang telah teruji dan terbukti dalam 100 tahun terakhir, mengajarkan bahwa segala keberhasilan dari tindakan yang kita lakukan tergantung dari seberapa baik tubuh dan pikiran kita berfungsi sebagai satu kesatuan.

Apa kaitan teknik Alexander dengan radiologi?
Salah satu contoh konkret, yaitu bahwa dewasa ini aktivitas sehari-hari dokter spesialis radiologi tidak jauh dari pekerjaan di hadapan komputer. Meskipun tindakan mengetik keyboard komputer tidak memerlukan pergerakan otot yang banyak, tetapi masih saja dapat memberikan banyak keluhan seperti nyeri leher, sakit kepala, nyeri bahu (frozen shoulder) dan rasa frustrasi. Bekerja dalam waktu lama di hadapan layar komputer dapat menurunkan konsentrasi.

Dalam kondisi seperti ini, menyadari dan memperbaiki pola bernafas dapat membantu mengurangi kekakuan otot leher. Dengan mempertahankan banyaknya udara yang mengalir kedalam paru-paru, suplai oksigen ke otak relatif stabil. Hal ini tidak saja membantu kita tetap berada dalam konsentrasi penuh, tetapi juga membuat kita tetapi menyadari apa yang sedang kita lakukan. Bila tidak, biasanya kita akan lebih cenderung membuat kesalahan. Beristirahat sejenak, atau kadang berdiri dari kursi untuk sementara, dapat juga membantu. Perlu diperhatikan juga desain ergonomis tempat kerja, yang biasanya seringkali diabaikan orang.

Apa yang sebaiknya dilakukan?
* menggunakan meja dengan ketinggian yang tepat
* jangan terburu-buru
* berdiri dari kursi secara berkala
* tetap terjaga/fokus

Apa yang sebaiknya tidak dilakukan?
* mencondongkan badan ke depan atau membungkuk
* menahan nafas
* pergelangan tangan kaku/tegang
* lengan bawah tegang
* bekerja terlalu cepat
* tetap duduk dalam jangka waktu lama
* tidak terjaga, bengong/melamun/trance
LANGKAH 1
Regangkan otot punggung, duduk tegak sehingga kepala berada tepat diatas tulang belakang.

LANGKAH 2
Regangkan jari-jari kearah lantai dan bernafas dalam.

LANGKAH 3
Letakkan lengan diatas keyboard dengan sendi siku dalam keadaan rileks, kira-kira membentuk sudut 90 derajat. Posisi lengan bawah yang baik kira-kira sejajar/paralel dengan bidang horizontal.

LANGKAH 4
Mulailah proses mengetik keyboard dengan tetap menjaga kesadaran untuk tidak terburu-buru, bernafas dalam dan teratur, serta tidak menegangkan pergelangan tangan dan leher.
Referensi
Glynn MacDonald. Complete Alexander Technique : A Practical Programme for Health, Poise and Fitness. Published by Element Books Ltd. in Great Britain, 1998.





Alat Radiologi Rp1 Miliar Lebih Di RSUD Tamiang Tak Berfungsi

23 03 2010

Alat radiologi buatan Jepang yang dibeli dua tahun lalu senilai satu miliar rupiah lebih dari uang rakyat, dan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis di RSUD Tamian, ternyata tak berfungsi. Kualasimpang, WASPADA Online

Alat radiologi buatan Jepang yang dibeli dua tahun lalu senilai satu miliar rupiah lebih dari uang rakyat, dan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan medis di RSUD Tamian, ternyata tak berfungsi.

Sumber Waspada menyebutkan, alat radiologi yang dibeli menggunakan anggaran yang merupakan Belanja Modal Alat Kedokteran ini dianggarkan dengan menggunakan Dana Alokasi Umum (DAU), merupakan luncuran kegiatan TA 2005. Oleh pemerintah setempat, dalam rangka menunjang diagnosa melalui radiologi, mengalakosikan dana Belanja Modal Pengadaan Alat Radiologi dalam APBD TA 2006 pada RSUD Tamiang senilai Rp1.367.900.000.

Tetapi menurut sumber yang layak dipercaya, Senin (3/12), proyek pengadaan alat tersebut yang anggarannya diduga hanya terealisasi Rp1.075.000. 000 atau 78,59% dari anggaran tersebut hingga kini terkesan mubazir, karena belum bisa digunakan, bahkan disebut-sebut pengadaan alat itu diduga sarat beraneka ragam masalah. Sehingga meski sudah dua tahun dibeli tak juga difungsikan, dan ini sangat merugikan masyarakat yang membutuhkan pelayan medis.

Sumber Waspada, Senin (3/12) mengungkapkan, pembelian alat radiologi milik RSUD Tamiang yang dilaksanakan PT. BH, awalnya berdasarkan kontrak No. 3218/SP/2005 tanggal 10 November 2005 senilai Rp1.075.000.000.00. Dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan 50 hari kalender atau fisik pekerjaan paling lambat diserahkan 21 Desember 2005.

Tetapi, sambung sumber, 15 Desember 2005 pihak rekanan mengajukan permohonan perpanjangan waktu kontrak hingga 16 Maret 2006, dengan alasan penyelesaian pembuatan alat radiologi oleh pabrik di Jepang awal Februari 2006, dengan memperhitungkan proses pengiriman barang ke Indonesia, pengurusan pada Dirjen Bea dan Cukai, hingga pengiriman ke Aceh Tamiang dan instalasi serta uji coba memakan waktu 35 hari, maka pihak RSUD Tamiang menyetujui dan dibuat Addendum 1 No: 005/XII/ADD/2005 tanggal 21 Desember 2005.

Ternyata, 16 Maret 2006 pihak rekanan kembali mengajukan Permohonan Perpanjangan Waktu sesuai surat No: II/BH/PBK/III/2006, dengan alasan pihak RSUD Tamiang belum dapat menyediakan fasilitas sebagaimana syarat yang dicantumkan dalam kontrak, berupa gedung dan instalasi listrik untuk alat radiologi yang masih dalam pengerjaan. Hal ini, kembali disetujui pihak RSUD Tamiang melalui Addendum II No. 001/III/2006 tanggal 17 Maret 2006, memperpanjang jangka waktu hingga 31 Maret 2006.

Menurut sumber, diketahui telah dilakukan serah terima barang dengan surat Pengantar Barang No. 001/P/PSB/V/2006 tanggal 30 Mei 2006, dibayar lunas sesuai SPM No. 50/BT-P/2006 tanggal 28 Agustus 2006 senilai Rp1.075.000.000.00.

Sedangkan hasil pemeriksaan fisik 7 Desember 2006 oleh BPK RI bersama Pengendali Kegiatan, diketahui alat radiologi tersebut belum difungsikan sebagaimana mestinya, menunggu proses pengadaan mesin genset dan informasi dari Pengendali Kegiatan pengadaan mesin genset, baru akan diadakan pada Tahun Anggaran 2007.

Sumber juga mengungkapkan, kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 3, antara lain menyatakan pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip efektif. Berarti pengadaan barang/jasa sesuai kebutuhan yang ditetapkan dan dapat memberi manfaat sebesar-besarnya sesuai sasaran.

Selain itu, pengadaan alat radiologi juga tidak sesuai ketentuan dalam surat perjanjian (kontrak) pengadaan poin 6 a, yang menyatakan pihak RSUD Tamiang wajib menyediakan fasilitas untuk melancarkan pelaksanaan pekerjaan. Seharusnya, sebelum dilakukan pengadaan peralatan radiologi, saat perencanaannya terlebih dahulu memperhatikan masalah keterbatasan fasilitas pendukung agar barang tersebut dapat dimanfaatkan, dan tidak mubazir seperti sekarang ini.

Tapi pihak Pengendali Kegiatan Pengadaan Radiologi itu berdalih, hal tersebut terjadi karena waktu pengadaan alat sangat pendek, sementara alat yang diadakan bersifat khusus sehingga membutuhkan dua kali addendum perpanjangan waktu.

Direktur RSUD Tamiang, Dr. Maryan Suhadi, M.Kes ketika dikonfirmasi Waspada, Senin (3/12), tidak berada di ruang kerjanya. Begitu juga Ka. Sub Bagian Tata Usaha RSUD Tamiang, Jabal, tidak berada di tempat. “Pak Maryan dan Jabal serta pejabat penting lainnya sudah berangkat ke Malaysia, kemungkinan mereka di sana seminggu,” ujar sejumlah pegawai di RSUD Tamiang itu, kemarin.

Dikecam Anggota DPRK
Sementara anggota DPRK Aceh Tamiang dari Partai Demokrat, Elpian Raden mengecam kebijaksanaan manajemen RSUD Tamiang yang belum mampu memberi pelayanan kepada masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan medis. Buktinya, alat radiologi yang sudah sangat lama dibeli, belum difungsikan untuk masyarakat yang membutuhkan.

“Saya sangat kecewa terhadap manajemen RSUD Tamiang, alat radiologi yang sudah lama dibeli hingga kini tak berguna sama sekali,” ungkap Elpian Raden kepada Waspada, Senin (3/12) sore.

Elpian Raden, yang peduli masyarakat dengan menyediakan ambulance gratis itu menyebutkan, buat apa dianggarkan kalau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, habis percuma uang negara. “Jangan sampai alat yang sudah dibeli mahal-mahal itu mubazir dan menjadi barang butut.” (b24) (ags)





Sejarah Radiologi Roentgen

23 03 2010

Roentegen ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen tahun 1895, Universitas Wuszburg , Jerman. Mula diketemukan sinar tersebut dinamai sinar x namun oleh ilmuwan saat itu di namai Sinar Roentgen.

Sifat fisik dan kimia sinar x/ Roentgen :

  1. Mempunyai daya tembus terhadap bahan/ obyek , besar. Bahan tersebut makin padat / no atom tinggi , berkurang.
  2. Mempunai sifat pendar fluor.
  3. Menghitamkan film.
  4. Sinar x, sebagian memanttul kesegala arah jika menabrak molekul udara/benda
  5. Bergerak lurus. Maka dibuat kaca timbal.
  6. Mempunyai panjang gelombang rendah/ frequensi tinggi/ energi tinggi.
  7. Ionisasi bagi molekul benda yang tertabrak sinar x .
  8. Sifat biologi belum diketahui.

Karena belum diketahui sifat biologi sinar Roentgen, semua penemu sifat fisik / kimia. sinar tersebut , meninggal dunia dianggab o.k. sifat biologick sinar x/ roentgen.

Diantara puluhan korban sinar x , al :

  1. Albert Schonberg.
  2. Caldwel.
  3. Friedlander.
  4. Bergonie.
  5. Hermann Knoch.
  6. Irene Joliot curie.

Alat sinar x, mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Pada awal abad 20 sinar x ini digunakan RS militer dan RS Jakarta dan Surabaya. Prof B.J. Vander Plats adalah orang Belanda yang bekerja di Jakarta , telah melakukan terapi radiasi / radio terapi disamping radio diagnostik.

Orang Indonesia yang menggunakan sinar Roentgen, bernama R.M. Notokworo yang lulus di Leiden Belanda tahun 1912 dan bekerja di Semarang. Pada tahun 1895 saat ditemukan sinar x, lahir bayi Wilhekmus Zakarias Johanes yang dikemudian hari diangkat menjadi bapak Radiologi. Brevet Radiolog th.1939. Dr. W.Z Johanes juga mendirikan Sekolah Asisten Roentgen., sekarang APRO.

Sejarah perkembangan sinar x dan Radiologi :

  1. Pengunaan sinar x dalam foto polos , dan kontras , termasuk sederana.
  2. Penggunaan foto dengan kontras khusus , intra arteri, phlebografi , dll.
  3. Penggunaan foto dengan kontras lainya.
  4. USG.
  5. DSA.
  6. Interfensi radiology ,temasuk pemecahan batu ginjal.
  7. CT Scan , MRI dan Infra red imaging.
  8. DLL.

Segi- segi fisika / kimia sinar x :

Sinar x adalah pancaran gelombang elektro magnetic dengan panjang gelombang sangat pendek. Gelombang yang di pergunakan dalam dunia kedokteran antara 0,5 A – 0,125 A.

1 A = 10 pangkat -8 cm.

Gelombang electro magnetik lain , gelombang : radio, panas, infra merah, cahaya, ultra violet, sinar x, sinar gama dan sinar cosmic.

Sinar x berasal dari :

  • Tabung sinar x.
  • Bahan alam / buatan yang memancarkan sinar x

Tabung sinar x :

  • Filamen.
  • Tabung hampa udara.
  • Arus listrik kecil
  • Target Anoda voltase tinggi.
  • Window.
  • Selimut tabung
  • Kolimator / diafragma.
  • Arus tabung/ sinar electron/ beta.

Filament dialiri listrik dari transformator hingga menyala ( +/- 2.000 derejat C), maka akan timbul kabut electron. Makin panas , kabut electron makin tebal. Filamen sebagai katoda dan target anoda (+). Maka terjadi percepatan Elektron didalam tabung sinar x. Setelah menabrak target anoda, tenaga gerak electron berubah menjadi sinar x dan panas < 99 %.

Sinax ini memancar ke segala arah, polichomatis , sebagian besar mengarah ke window. Pada window dipasang Filter, yaitu logam AL setebal 0,5 mm. Dipasang juga kolimator/ diafragma, untuk membatasi sinar x keluar tabung. Sinar x yang keluar ini yang dimanfaatkan untuk memotret obyek foto.

Radiografi (pemeriksaan foto roentgen.)

Jenis pemeriksaan roentgen ad 2 macam :

  • Pemeriksaan fluoros kopi / doorlichting , tak dianjurkan lagi.
  • Radiografi.

Untuk pembuatan foto roentgen, dibutuhkan :

I. Perlengkapan untuk Radiografi.

II. Jenis pemeriksaan dan Posisi pemotretan.

III. Pengetahuan pesawat roentgen.

IV. Pengetahuan kamar gelap dan proses terjadinya gambar film.

Ad.I Perlengkapan meliputi :

1. Film roentgen :

  • Lapisan fim.
  • Karacteristik lainya.
  • Jenis- jenis film lainya.
  • Jenis film Roentgen menurut kecepatan.

2. Intensifaying screen .

3. Kaset sinar x., terdi dari :

  • Bakelit.
  • Intensifaying sceen atas.
  • Intensifaying screen bawah.
  • Lapisan timah.
  • Per dari baja. Yang membuat fil dan screen menempel rapat-rapat.

Kaset harus dijaga agar tidak cepat rusak,maka diperlakukan :

  • Hindari kaset jatuh atau mengalami pukulan.
  • Hindari kaset / sceen dari bahan kimia.
  • Harus tetap kering.
  • Jangan ditumpuk




RADIOLOGY AWARD BAGI PENELITI MUDA RADIOLOGI

23 03 2010

Radiology Award merupakan acara penghargaan bagi para peneliti muda radiologi yang diadakan rutin pada setiap acara ujian nasional radiologi. Peserta terdiri atas para PPDS Radiologi tahap akhir yang telah menyelesaikan penelitiannya. Terdapat 26 naskah penelitian yang diterima dari 6 sentra pendidikan radiologi. Berdasarkan penilaian tim juri yang diketuai oleh Prof.Dr.dr. Bachtiar Murtala, Sp.Rad, juara I diraih oleh dr. Damayanti Sekarsari dari FKUI (Jakarta) atas penelitiannya yang berjudul “Korelasi USG Doppler pada Pengukuran Kuantitas Vaskularisasi Pasien Keganasan dengan Baku Emas Pemeriksaan Imunohistokimia Microvessel Density”. Juara II diraih oleh dr. Irene Hintanputung dengan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan USG Panggul pada Bayi untuk Deteksi Dini Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) dan Kajian Faktor Risiko DDH. Juara III diraih oleh dr. Fransisca Notopuro dari FKUNAIR (Surabaya) dengan penelitiannya “Ketepatan Diagnostik DOPTAUS dengan Patologi Anatomi sebagai Baku Emas untuk Mendiagnosis Appendicitis Akut”.
Para pemenang memperoleh hadiah berupa tiket gratis untuk mengikuti Kongres Nasional Radiologi di Surabaya pada bulan Januari 2010, disamping bingkisan-bingkisan dari para sponsor, yaitu PT Philips Healthcare Indonesia, PT Tawada Healthcare dan PT Siemens Indonesia.***





DAMPAK RADIOLOGI

23 03 2010

TATA KERJA

Kajian dampak radiologi untuk paparan kronik dan akut dilakukan untuk keadaan instalasi nuklir berturutan dalam operasi normal dan kecelakaan. Pada kajian paparan kronik digunakan source term disain masing-masing instalasi hingga diperoleh prakiraan dosis efektif tahunan terkini. Dosis ini berlaku untuk individu dan kolektif di lepas kawasan pada radius 5 km dari tapak reaktor. Sedangkan pada kajian paparan akut diberikan time-integrated concentration (TIC) yang dinormalkan terhadap aktivitas dan kecepatan angin. TIC ini di untuk berbagai jarak dan kelabilan sehingga dapat digunakan untuk memprakirakan penerimaan dosis dengan memasukkan data kondisi sebenarnya pada saat kejadian, termasuk penggunaan faktor konversi dosis yang diberikan pada lampiran.

5.1    Kajian Operasi Normal Instalasi Nuklir
Empat instalasi nulir yang dikaji terdiri atas Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS), Instalasi Radiometalurgi (IRM), Instalasi Produksi Radioisotop Batan Teknologi (Bantek) dan Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka (IRR). Kajian memperhitungkan lepasan operasi normal yang kontinu sejak instalasi berdiri (1987, disesuaikan dengan usia reaktor) hingga dampaknya pada tahun ini (2007). Kisi polar digunakan dengan pusat kisi diupayakan berjarak sama (titik tengah) ke masing-masing instalasi nuklir yang akan dihitung dampak dosisnya ke lingkungan.
Sumber lepasan operasi normal berupa source term hasil disain yang tersedia dari Laporan Analisis Keselamatan masing-masing instalasi. Data source term berupa aktivitas tahunan semua radionuklida yang keluar dari cerobong instalasi. Dimensi cerobong, kecepatan alir lepasan, dan suhu keluar cerobong dan ambien digunakan dalam menghitung tinggi efektif lepasan. Dispersi atmosferik juga membedakan jenis lepasan gas serta ukuran partikel.
Dalam model plume kronik, dosis efektif individu dan kolektif dihitung untuk 16 arah mata angin dan 10 jarak dalam radius 5 km dari tapak. Data distribusi frekuensi gabungan (joint frequency distribution, JFD) untuk arah angin, kecepatan angin dan kelabilan udara dibuat untuk kurun waktu 2004-2005. Koreksi suhu maksimum dan minimum serta curah hujan juga dimasukkan dalam model ini.
Pada modul jalur paparan kronik dilakukan pengisian data terkait injesi makanan darat, dan injesi produk hewan. Sebagian besar data diperoleh dari survei lapangan BPS untuk kegiatan pemutakhiran ini  dan sebagian lainnya dari kegiatan BATAN sebelumnya seperti data karakteristik tanah kawasan nuklir.
Data intake kerbau dan kambing diperoleh dari BPS melalui wawancara langsung dengan peternak. Peternakan ayam buras dan ayam petelur tidak mengkonsumsi produk lokal, hanya ayam kampung mengkonsumsi produk lokal dan diperkirakan 20% dari total intake unggas. Survei juga mengamati masa pertumbuhan hewan dan tumbuhan yang terentang dari 14 hari (rerumputan) hingga 154 hari (dedak), termasuk yield pakan ternak per satuan luasan.
Konsumsi pangan penduduk dalam kajian meliputi produk hewan (daging kambing, sapi,  unggas, dan telur) dan produk tumbuhan (sayuran biasa dan berdaun dan buah-buahan). Laju konsumsi tiap jenis makanan pada beberapa desa dirata-ratakan. Walaupun tidak semua makanan yang dikonsumsi merupakan produk lokal, secara konservatif padi, sayuran dan buah-buahan diasumsikan semuanya diproduksi secara lokal. Hasil juga menunjukkan tidak ada susu sapi yang diproduksi dan dikonsumsi secara lokal.
Pada perhitungan ini masa paparan ditetapkan selama satu tahun yakni dimulai 19 tahun setelah keempat instalasi nuklir beroperasi normal. Dalam hal ini diperhitungkan akumulasi tahunan deposisi udara ke tanah sehingga meningkatkan paparan eksterna dari jalur kontaminasi tanah; walaupun pengurangan (losses) radionuklida karena leaching, cuaca, panen dan peluruhan radioaktif di permukaan tanah ikut dievaluasi.
Dalam memperkirakan intake atau paparan radionuklida digunakan parameter yang terkait dengan kelompok umur. Sebagai penyederhanaan digunakan satu kelompok umur dari 0 hingga 70 tahun. Selanjutnya ditetapkan waktu paparan untuk berbagai jalur paparan internal dan eksternal.
Dalam perhitungan dosis dipilih model perhitungan dosimetri dari ICRP 60 yang faktor konversi dosis untuk berbagai jalur paparan radionuklidanya telah dihitung dalam Federal Guidance Report 13.
Data terakhir yang dimasukkan dalam Report Generator adalah data distribusi penduduk dalam radius 5 km dari tapak pelepasan yang dibagi atas 16 sektor dalam kisi 1, 2, 3, 4 dan 5 km. Setelah semua parameter input telah dipenuhi, dan program dijalankan maka bila tidak ada kesalahan dalam inputan Report Generator akan menghasilkan outputkajian berupa dosis efektif individu dan kolektif tahunan penduduk pada radius 5 km dari tapak.

5.2    Kajian Kecelakaan Instalasi Nuklir
Pada kajian diberikan pedoman mengestimasi dosis pada pekerja kedaruratan dan/atau penduduk terutama untuk pengambilan keputusan tindakan protektif tertentu yang sesuai. Time-integrated concentration (TIC) udara dan deposisi permukaan tanah dihitung untuk masing-masing digunakan dalam estimasi dosis paparan eksternal submersi dan inhalasi, dan paparan eksterna permukaan tanah.
Hotspot digunakan untuk perhitungan TIC dan deposisi permukaan tanah. Tinggi efektif cerobong 60 m digunakan dengan pertimbangan merupakan mayoritas tinggi cerobong di tapak terutama RSG. Harga aktivitas radionuklida dan kecepatan angin dinormalkan. Perhitungan dilakukan untuk berbagai jarak hingga 5 km dari tapak dan untuk kelabilan udara A hingga F. Faktor konversi dosis terkait jalur paparan didasarkan pada rekomendasi ICRP Publikasi 60, 66 dan 70 dan hasil perhitungannya untuk tiap radionuklida diberikan dalam suplemen Federal Guidance Report 13 . Hanya radionuklida relevan dengan lepasan instalasi nuklir Serpong dikutip.
Input data yang diperlukan untuk kondisi spesifik pada saat kedaruratan dalam estimasi dosis meliputi:

  • Aktivitas tiap radionuklida
  • Kecepatan angin permukaan (ketinggian 10 m)
  • Kelabilan atmosfer, dan
  • Lamanya paparan (untuk paparan eksternal dari permukaan tanah).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kajian prakiraan penerimaan dosis efektif akibat lepasan atmosferik keempat instalasi nuklir Serpong dibedakan atas lepasan kronik pada operasi normal dan lepasan akut dari kecelakaan atau lepasan abnormal. Hasil ini diperoleh dari masukan data source term tiap instalasi terkait, dari pemutakhiran data lingkungan Kawasan Nuklir Serpong (KNS) maupun dari data sekunder lainnya serta judgement atas nilai-nilai penunjang yang tersedia. Data masukan ini diolah oleh paket program GENII V-2 dan Hotspot untuk masing-masing perhitungan paparan kronik dan akut.

6.1    Operasi normal
Output GENII V-2 dibagi atas dosis individu dan dosis kolektif yang dilengkapi dengan analisis komponen yang andil dalam penerimaan dosis.

6.1.1    Dosis efektif Individu
Hasil prakiraan dosis efektif berdasarkan distribusinya terhadap jarak dan arah mata angin terhadap tapak, andil radionuklida, dan jalur paparannya berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 6.1, Gambar 6.2 dan Tabel .
Gambar 6.1 menunjukkan adanya kecenderungan penerimaan dosis yang tinggi dibandingkan arah sektor lainnya. Puncak terjadi pada kisaran arah 157.5° – 225° (selatan hingga barat daya) dengan jarak 300 – 400 m dari tapak. Dosis efektif maksimum 98 µSv terjadi pada arah Selatan pada jarak 300 m. Kecenderungan ini sesuai dengan tingginya frekuensi angin kecepatan dengan kecepatan di bawah 5 m/det yang datang dari utara.
Gambar 6.2 menggambarkan andil 10 radionuklida terbesar tiap instalasi terhadap dosis di lingkungan. Andil terbesar datang dari 131I diikuti 133I dan seterusnya terdiri atas gas mulia dan 90Sr. Pada gambar juga ditunjukkan dominasi lepasan atmoferik dari Instalasi Produksi Isotop di bawah BANTEK (99.5%) , diikuti RSG (0,4%), dibandingkan instalasi lainnya.
Sedangkan Tabel  memperlihatkan distribusi dosis individu dari jalur paparan. Ketiga rute eksternal, inhalasi dan injesi kontribusinya berimbang. Dari rute eksternal jalur yang dominan adalah paparan eksternal dari permukaan tanah. Rute inhalasi terbagi diantara outdoor (69%) dan indoor (31%). Pada perhitungan diasumsikan kegiatan individu outdoor selama 8 jam per hari dan tidak ada shielding indoor (konservatif). Sedangkan pada rute injesi sayuran dedaunan seperti bayam andilnya terhadap dosis injesi adalah 70%. diikuti sebagai makanan utama (17%). Pada sayuran secara konservatif diasumsikan fraksi kontaminasi yang dipetik terhadap yang dikonsumsi adalah satu. Padahal bila sayuran tersebut dicuci dan/atau dimasak sebelum dimakan fraksi tersebut berlebihan.

Gambar 6.1.      Estimasi distribusi dosis efektif individu dari lepasan atmosferik instalasi nuklir Serpong tahun kalender 2007.

Gambar 6.2.  Andil radionuklida lepasan atmosferik keempat instalasi nuklir Serpong terhadap dosis maksimum individu.
Tabel 6.1
Persentase penerimaan dosis efektif individu berdasarkan jalur paparannya

6.1.2    Dosis efektif kolektif
Gambar 6. 3, Gambar 6.4 dan Gambar 6.5 berturut-turut menunjukkan distribusi penduduk pada radius 5 km dari tapak pada 16 arah mata angin dan hasil estimasi distribusi dosis kolektif pada berbagai arah dan jarak ini dalam kisi dan chart radar.
Dari Gambar 6. 3 terlihat penyebaran penduduk dengan kepadatan yang lebih besar di arah utara (Serpong dan Kademangan) dibandingkan wilayah Bogor di sebelah selatan. Wilayah utara ini juga memiliki sarana jalan raya yang lebih memadai. Walaupun distribusi dosis individu di daerah utara relatif rendah dibandingkan daerah selatan (Gambar 6.1), hal sebaliknya terjadi untuk dosis kolektif dengan man-Sv terbesar ada di desa Serpong di utara (Gambar 6.4 dan Gambar 6.5).

Gambar 6. 3.  Distribusi penduduk pada radius 5 km dari tapak.

Gambar 6.4.  Distribusi estimasi dosis kolektif (man-mSv) dalam radius 5 km dari tapak reaktor.

Gambar 6.5.    Chart radar distribusi estimasi dosis kolektif lepas Kawasan Nuklir Serpong (KNS)

6.2    Kecelakaan

Output dari Hotspot untuk paparan akut lepasan atmosferik dalam kajian ini berupa kurva TIC (Bq-det/m3) dan konsentrasi deposisi (Bq/m2)permukaan tanah terhadap jarak pada 6 kelabilan atmosfer. Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan hasil perhitungan TIC dan konsentrasi deposisi permukaan tanah.
Sesuai dengan kelabilan atmosfer, semakin stabil udara puncak kurva kedua gambar mengecil dan bergeser menjauh dari tapak. Hal ini menunjukkan pengenceran yang membesar terhadap kenaikan stabilitas. Ada pun keenam puncak tersebut berada pada jarak 250 m(A), 350 m(B), 700 m(C), 1000 m(D), 1800m (E), dan 4000 m (F).

Gambar 6.  Time Integrated Air Concentration (TIC)

Gambar 7.  Deposisi permukaan tanah

KESIMPULAN

Telah diperoleh prakiraan dosis efektif di lepas kawasan nuklir Serpong akibat lepasan atmosferik radionuklida dari operasi normal RSG, IPR BANTEK, IRM dan IRR. Kajian memperhitungkan deposisi udara ke permukaan tanah sejak awal instalasi dioperasikan 19 tahun yang lalu. Dari lepasan radionuklida gabungan keempat instalasi diperoleh dosis efektif maksimum individu tahunan di arah selatan pada jarak sekitar 300 m dari tapak instalasi sebesar 98 µSv yang masih jauh di bawah nilai batas dosis tahunan untuk anggota msyarakat.
Dari perhitungan lepasan puff Gaussian tipikal instalasi Serpong telah ditentukan TIC dan konsentrasi deposisi permukaan  tanah dalam kurva terhadap jarak untuk 6 kelabilan atmosfer yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengestimasi dosis paparan inhalasi, submersi eksternal dan permukaan tanah eksternal melalui faktor konversi dosis yang sesuai. Penentuan TIC dan konsentrasi permukaan tanah memerlukan parameter input yang spesifik kondisi yang ada pada waktu kejadian seperti data meteorologi dan source term.
Ke depan kajian dampak radiologi lepasan radionuklida Kawasan Nuklir Serpong (KNS)  ke atmosfer dilakukan rutin dengan data source term sesunguhnya masing-masing instalasi penimbul emisi. Hasil estimasi dosis lingkungan tahunan ini dalam akumulasi 5 tahun pertama digunakan untuk pemutakhiran data yang akan datang dan seterusnya. Selain itu data pengukuran langsung di lapangan terutama dalam insiden atau pelepasan melebihi kondisi operasi normal akan memberikan hasil perhitungan yang lebih akurat dibandingkan hasil pemantauan sumber di titik lepasan dan disertakan dalam evaluasi dosis tahunan.
Hasil kajian ini selanjutnya dapat dievaluasi lebih jauh untuk menentukan komponen media lingkungan yang kritis yang berguna untuk meningkatkan program pemantauan lingkungan yang lebih terarah dan efisien. Hasil evaluasi ini dipadukan dengan informasi pemutakhiran data lingkungan nuklir Serpong dari BPS dan BMG. Selain menunjang pemantauan lingkungan rutin, paduan informasi ini akan bermanfaat pada kesiapsiagaan kedaruratan nuklir dalam pengambilan tindakan protektif berdasarkan penilaian radiologi hasil pemantauan lingkungan kedaruratan dan analisis dosis yang lebih terarah dan akurat.
Untuk peningkatan prakiraan dampak radiologi instalasi nuklir Serpong selanjutnya, selain pengembangan lebih mendalam dari model yang digunakan, survei data lingkungan hendaknya lebih diarahkan ke pemenuhan parameter input dalam pengkajian dampak radiologi. Pengkajian juga hendaknya dikembangkan ke pelepasan efluen cair radioaktif ke badan air.